Portfolio

Our Blog

The outline of what we do in this site

Sabtu, 11 April 2015

makalah mastoiditis

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG

Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).
Berdasarkan keterangan di atas, kami mengambil asuhan keperawatan klien dengan Mastoiditis guna mengetahui lebih dini serta dapat melakukan berbagai penatalaksanaan dan intervensi mengenai mastoiditis yang biasa terjadi pada anak serta mengurangi jumlah terjadi nya mastoiditis dan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Apa saja anatomi fisiologi telinga?
2.       Apa definisi mastoiditis?
3.       Apa saja etiologi mastoiditis?
4.    Apa saja klasifikasi mastoiditis?
5.    Bagaimana patofisiologi mastoiditis?
6.    Apa saja manifestasi  klinis mastoiditis?
7.    Apa saja pemeriksaan penunjang mastoiditis?
8.    Bagaimana penatalaksanaan mastoiditis?
9.     apa saja komplikasi akibat mastoiditis?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.    Tujuan Umum
Memahami bagaimana konsep  dasar dan proses asuhan keperawatan pada klien mastoiditis.
2.    Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi Konsep mastoiditis meliputi definisi, etiologi,
b.    manifestasi klinis dan patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, serta pemeriksaan penunjangnya.
c.    Mengidentifikasi proses keperawatan pada mastoiditis.
d.    Mengetahui pengkajian pada klien mastoiditis.
e.    Mengetahui diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien  mastoiditis, tujuan dan kriteria hasil
f.     Mengetahui intervensi keperawatan dari klien dengan mastoiditis.
g.    Memahami kodeaspek legal etik keperawatan yang berhubungan dengan kasus.
h.    Mengetahui perkembangan yang terjadi pada penyakit mastoiditis pada jurnal dan penelitian.
i.      Memberikan pendidikan kesehatan dan penyuluhan mengenai penyakit mastoiditis.



D.  MANFAAT PENULISAN
1.    Bagi institusi pendidikan
Memperbanyak informasi dan pandangan terhadap masalah kesehatan dan penyakit yang sering timbul terutama penyakit mastoiditis.
2.    Bagi masyarakat umum
Memberikan informasi pada masyarakat  luas tentang faktor yang mempengaruhi timbulnya mastoiditis  pada seluruh tingkatan usia sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulannya.
3.    Bagi penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit mastoiditis  pada anak maupun dewasa serta dapat menjadi pedoman asuhan keperawatan pada saat praktik di Rumah Sakit.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Anatomi dan fisiologi telinga menurut (Syaifudin, 1997) adalah :
1.      Telinga Bagian Luar (Auris Eksterna)
a.    Aurikula (Daun Telinga)
Menampung gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga.
b.    Meatus Akustikus Eksterna
Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani, panjangnya ± 2,5 cm terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum.
c.    Membrane Timpany
Antara telinga luar dan telinga tengah terdapat selaput gendang telinga yang disebut membrane timpany.












Gambar 2.1
(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007)

2.      Telinga Bagian Tengah (Auris Media)
a.      Cavum Timpany
Rongga di dalam tulang temporalis terdapat tiga buah tulang pendengaran yang terdiri dari malleus, inkus, dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpany dan bagian dasar tulang stapes membuka pada fenestra ovalise.

b.      Antrum Timpany
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah samping dari cavum timpani. Antrum timpany dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan mukosa cavum timpany, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat di belakang bawah antrum di dalam tulang temporalis. Dan adanya hubungan ini dapat mengakibatka menjalarnya proses radang.

c.      Tuba Auditiva Eustaki
Saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.

3.      Telinga Bagian Dalam (Auris Interna)
Serangkaian saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.
a.    Vestibulum
Bagian tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan venestra rotundum dan pada bagian belakang atas menerima muara canalis semisirkularis.
b.    Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput, pada koklea ini ada tiga pintu yang menghubungkan cochlea dengan vestibulum, cavum timpany dan dengan canalis cochlearis.
c.    Labirintus Membranosus
1)    Utrichulus
Bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat, di sini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utriculo.
Sachulus
2)    Duktus Semi Sircularis
3)    Duktus Cochlearis

Gambar 2.2
Anatomi telinga
(Sumber : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007).
 






B.  DEFINISI
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal. Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.( Brunner dan Suddarth, 2000).
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum.

C.  ETIOLOGI
Menurut Reeves (2001) etiologi mastoiditis adalah:
-          Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid
-          Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997) etiologi mastoiditis antara lain:
-          Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya
-          Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut  yaitu streptococcus pnemonieae.
-          Bakteri penyebab lain  ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %), staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H. Influenza

D.  KLASIFIKASI
Klasifikasi dari mastoiditis antara lain:
1.    Akut mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis media akut suppurative.
2.    Kronik mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit  telinga kronis.
3.    Incipient mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid.
4.    Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ tubuh yang lain.

E.  PATOFISIOLOGI
Infeksi dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar mengenai tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mengakibatkan terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang. Bila tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila infeksi merusak tulang disekitarnya sampai nanah dapat keluar mungkin terjadi:
1.         Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga terjadi abses sub peritoneal pada mastoid.
2.         Ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher.
3.         Ke depan mulai dinding belakang liang telinga.
4.         Ke atas melalui pegmen (atap) ronnga telinga masuk fosa chranial media
5.         Ke belakang melalui fosa chranial posterior
Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalani infeksi telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditid kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan kolestetoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpany laterale membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus facialis, kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
Pembedahan pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan ditunjukkan untuk mengangkat kolesteatoma mencapai struktur yang sakit dan dapat mencapai kondisi telinga yang aman, kering, dan sehat. Mastoidektomy biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan mengambil sel udara mastoid. Begitu pasien bangun, pembiusan harus diperhatikan setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi kelemahan fasial balutan pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi. Luka dibuka dan nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus fasialis (Adam, 1997).

F.   PATHWAY
G.  MANIFESTASI  KLINIS
Adapun manifestasi dari penyakit mastoiditis antara lain:
1.    Rasa nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
2.    Gejala dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid.
3.    Demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
4.    Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
5.    Hilang pendengaran
6.    Nyeri tekan pada tulang mastoid dan pembengkakan pada area tulang mastoid
7.    Sakit kepala (Adam, 2000).

H.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Foto Mastoid tampak kemerahan pada kompleks mastoid.
2.    Kultur Bakteri Telinga tampak Kumpulan jaringan mati dan nanah
3.    CT Scan terlihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
4.    Radiologi menujukkan koalesens mengungkapkan adanya opasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut.
5.    Audiometric akan menunjukkan tuli konduktif.
6.    Rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus mastoideus dan sering dapat terlihat kolesteatoma.
7.    Pemeriksaan laboratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur dan tes sensitifitas antibiotika.
8.    Tes garpu tala menunjukkan adanya kurangnya pendengaran.
(Thane, 1993).

I.     PENATALAKSANAAN
1.    Terapi
Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus β-hemoliticusatau Pneumococcus. H .influenza. Tetapi harus juga sesuai  dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.
2.    Pembedahan 
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain. 
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.

3.    Mastoidektomi
a.    Mastoidektomi Sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan  mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang. Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.
Dibedakan menjadi :
a.    Operasi  pada jaringan lunak
b.    Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.
c.    Operasi pada bagian tulang

b.    Mastoidektomi Superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan tulang.

c.    Mastoidektomi dalam
Antrum Mastoid
Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang menghubungkan ron                      gga mastoid dengan kavum timpani. Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, juga dengan melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid, maka di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.
Aditus ad Antrum
Aditus ad antrum dapat ditemukan dengan menyusuri bagian anterior-superior pertemuan dinding belakang liang telinga dengan tegmen mastoid.
Fosa Indikus
Fosa indikus paling mudah dicapai dengan mengebor bagian tulang prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.

d.    Mastoidektomi Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh (canal wall down tympanoplasty, modified radical mastoidectomy, open method tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sino-dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
Penatalaksanaan menurut (Thane, 1993) yaitu :
1.    Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti pennisilin,ceftriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14 hari.
2.    Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi mastoidektomy. Tindakan ini untuk menghilangkan sel-sel tulang mastoid yang terinfeksi dan untuk mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian (incus dan malleus) mungkin juga perlu dipotong.
3.    Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekontruksi telinga bagian tengah untuk memelihara pendengaran.
4.    Radang mastoid kronis membutuhkan mastoidektomy radikal (menghilangkan dinding posterior dari kanal telinga, disisakannya gendang telinga, dan dua tulang telinga (incus dan malleus).
Mastoidektomy radikal jarang dilakukan sebab merupakan terapi antibiotic, tidak secara drastic memperbaiki pendengaran seseorang.

4.    Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami kemajuan setelah balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Perawat melatih klien mengenai perawatan post operasi.

J.   KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi bila mastoiditis tidak ditangani dengan baik  adalah:
1.    Petrositis yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah peforasi gendang telinga  dengan cairan yang terus menerus keluar.
2.    Labyrintitis yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau vertigo disebut juga otitis imtema.
3.    Meningitis yaitu peradangan meningen (ragdang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
4.    Abses otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam jaringan otak.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga tengah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah samping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi. (Reeves, C.J.2001).



BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A.  PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
A.    Anamnesa
1)      Identitas Klien
a.    Nama              :    Nama Lengkap Klien
b.    Umur               :    Rata-rata usia yang terkena penyakit mastoiditis antara 6-13 bulan.
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan sama-sama bisa terkena penyakit mastoiditis.
2)      Keluhan utama     :    Rasa nyeri di telinga.
3)       Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
4)      Riwayat kesehatan dahulu
 Adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
5)      Pemeriksaan fisik
a.    Suhu tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b.    Kemerahan pada kompleks mastoid
c.    Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir dari telinga tengah ke auditory canal
d.    Matinya jaringan keras (tulang, tulang rawan)
e.    Adanya abses (kumpulan jaringan mati dan nanah)
f.     Proses peradangan yang tetap melebar ke bagian dan organ lain
g.    Riwayat infeksi pada telinga tengah sebelumnya
6)      Pola Fungsi Kesehatan
o   Pola istirahat dan tidur: Nyeri yang diderita klien dapat mengakibatkan pola istirahat dan tidurnya terganggu.
o   Pola aktivitas: Nyeri yang dialami klien dapat membatasi gerak.
7)      Pemeriksaan Penunjang
a.    Periksa Darah
b.    Foto Mastoid
c.    Kultur Bakteri Telinga
d.    Laboratorium: Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan. Specimen tersebut  harus dikirim untuk kultur  kedua bakteri aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining.
e.    CT Scan dan MRI: untuk mengetahui perubahan pada sel udara mastoid
f.     Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi antibiotik.
g.    Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan.
8)      Review Of System pada klien Mastoiditis
o   B1 Breath              : -
o   B2 Blood               : sekresi nanah
o   B3 Brain                : pusing
o   B4 Bladder            : -
o   B5 Bowel              : mual
o   B6 Bone                : nyeri  pada tulang mastoid

B.  Analisa Data
1.    Data Subyektif
Tanda dan gejala utama infeksi telinga adalah nyeri dan hilangnya pendengaran. Data harus disertai pernyataan mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding yang sangat sensitif dan kepada membrane timpany oleh cairan getah radang yang membentuk di dalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.

2.    Data Obyektif
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri. Gendang telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membrane saluran timpani yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat keabu-abuan. Untuk visualisasi telinga luar dan gendang telingadigunakan otoskop, bagian yang masuk ke telinga disebut spekulum (corong) dan dengan ini gendang telingadapat terlihat. Untuk pengkajian yang lebih cermat dapat dipakai kaca pembesar. (Long, 1996).
C.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada mastoiditis antara lain:
1.    Nyeri akut berhubungan dengan  peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.    Perubahan  persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
4.    Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5.    Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
6.    Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
D.  RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 
1.    Nyeri akut berhubungan dengan  peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
Tujuan      : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri teratasi
Kriteria Hasil   : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
                           b. Skala nyeri turun
                           c. Wajah pasien tampak rileks
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas
Mengetahui ketidakefektifan intervensi
2.
Berikan posisi yang nyaman
Mengurangi nyeri

3.
Ajarkan teknik relaksasi dan ciptakan lingkungan yang tenang
Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri
4
Bersihkan pus dengan cara irigasi telinga
Mencegah infeksi berlebih
5
Ajarkan tekhnik pembersihan telinga dengan irigasi
Memberi informasi kepaada keluarga dan klien dalam mengurangi infeksi berlebih.
5
Kolaborasi pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi
Dapat mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan

2.    Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan      : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tubuh dapat normal (360-370C)
Kriteria Hasil    : a.  Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
                           b. Kulit tidak teraba hangat
                           c. Wajah tidak tampak merah
                           d. Tidak terjadi dehidrasi

No
Intervensi
Rasional
1.
Pantau  input dan output
Untuk mengetahui balance cairan pasien
2.
Ukur suhu tiap 4-8 jam
Untuk mengetahui perkembangan klien
3.
Ajarkan kompres hangat dan banyak minum
Untuk menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
4.
Kolaborasi dengan pemberian antipiretik
Untuk menurunkan panas

3.    Perubahan sensori/ persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran
Tujuan            : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mendengar dengan baik
Kriteria Hasil  : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
                          b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tentang ketajaman pendengaran
Menentukan seberapa baik tingkat pendengaran klien
2.
Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat
Untuk menjamin keuntungan maksimal
3.
Bantu pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal tersebut
Untuk memaksimalkan pendengaran

4.    Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan  jaringan.
Tujuan            : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko infeksi dapat hilang atau teratasi
Kriteria Hasil  :  Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No
Intervensi
Rasional
1.
Observasi keadaan umum pasien selama 24 jam
Mengetahui keadaan umum pasien
2.
Anjurkan pentingnya cuci tangan
Mencegah penularan penyakit
3.
Ajarkan prosedur mencuci telinga luar
Mencegah infeksi berlanjut
4.
Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis
Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus

5.    Resiko cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan            : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil  : pasien tidak mengalami cidera fisik
No
Intervensi
Rasional
1.
Cegah infeksi telinga berlebih
Agar kerusakan penedengaran tidak meluas
2.


3.

4.
Meminimalkan tingkat kebisingan di unit perawatan intensif
Lakukan upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing
Kolaborasi dengan pemberian obat antiemetika
 Antiemetika
Berhubungan dengan kehilangan pendengaran


Untuk mencegah pasien jatuh akibat gangguan keseimbangan
Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh

  1. Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
Tujuan            : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,  ansietas berkurang
Kriteria Hasil  :
a.    Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.
b.    Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif


No
Intervensi
Rasional
1.
Informasikan pasien tentang peran advokat perawat intra operasi
Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing
2.
Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan
Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi
3.
Cegah pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi
Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol
4.
Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang
Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
5.
Kontrol stimulasi eksternal
Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas
6.
Berikan obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis
Untuk meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan koping




BAB IV
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis). Mastoiditis diakibatkan oleh menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik.

B.  SARAN
Penulis menghimbau kepada semua pembaca agar selalu menjaga kebersihan telinga dari virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat komplikasi yang lebih parah.



DAFTAR PUSTAKA

Pada tanggal : 23 Oktober 2014
Diakses jam : 19.43 WIB
Diakses Pada Tanggal : 23 Oktober 2014
Jam     : 20.13
Pada tanggal : 23 Oktober 2014

Marilyn, E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Thane 1997. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaapius FKUI

Reeves, 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Prince, Sylvia, Wolson M. Lerradne. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis, Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Adam 2000. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta