BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mastoiditis
terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai
dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi
udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding
sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada
anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis
media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya
volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus
menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Mastoiditis
dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan
otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media
akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti
meningitis dan abses otot.
Dari
catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004
sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien
yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5
hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis
rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30
tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini
(laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%).
Berdasarkan
keterangan di atas, kami mengambil asuhan keperawatan klien dengan Mastoiditis
guna mengetahui lebih dini serta dapat melakukan berbagai penatalaksanaan dan
intervensi mengenai mastoiditis yang biasa terjadi pada anak serta mengurangi
jumlah terjadi nya mastoiditis dan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi
kesehatan sebagai salah satu sumber referensi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
saja anatomi fisiologi telinga?
2. Apa definisi mastoiditis?
3. Apa saja etiologi mastoiditis?
4. Apa saja klasifikasi mastoiditis?
5. Bagaimana patofisiologi mastoiditis?
6. Apa saja manifestasi klinis mastoiditis?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang mastoiditis?
8. Bagaimana penatalaksanaan mastoiditis?
9. apa saja komplikasi akibat
mastoiditis?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan
Umum
Memahami bagaimana konsep dasar dan proses asuhan keperawatan pada
klien mastoiditis.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Mengidentifikasi
Konsep mastoiditis meliputi definisi, etiologi,
b.
manifestasi
klinis dan patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan, serta
pemeriksaan penunjangnya.
c.
Mengidentifikasi
proses keperawatan pada mastoiditis.
d.
Mengetahui
pengkajian pada klien mastoiditis.
e.
Mengetahui
diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien
mastoiditis, tujuan dan kriteria hasil
f.
Mengetahui
intervensi keperawatan dari klien dengan mastoiditis.
g.
Memahami
kodeaspek legal etik keperawatan yang berhubungan dengan kasus.
h.
Mengetahui
perkembangan yang terjadi pada penyakit mastoiditis pada jurnal dan penelitian.
i.
Memberikan
pendidikan kesehatan dan penyuluhan mengenai penyakit mastoiditis.
D. MANFAAT PENULISAN
1.
Bagi
institusi pendidikan
Memperbanyak informasi dan pandangan terhadap masalah
kesehatan dan penyakit yang sering timbul terutama penyakit mastoiditis.
2.
Bagi
masyarakat umum
Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang faktor yang mempengaruhi
timbulnya mastoiditis pada seluruh
tingkatan usia sehingga dapat dilakukan pencegahan dan penanggulannya.
3.
Bagi
penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai konsep dasar
penyakit mastoiditis pada anak maupun
dewasa serta dapat menjadi pedoman asuhan keperawatan pada saat praktik di
Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
FISIOLOGI TELINGA
Anatomi
dan fisiologi telinga menurut (Syaifudin, 1997) adalah :
1. Telinga Bagian Luar (Auris
Eksterna)
a.
Aurikula
(Daun Telinga)
Menampung
gelombang suara yang datang dari luar masuk ke dalam telinga.
b.
Meatus
Akustikus Eksterna
Saluran
penghubung aurikula dengan membrane timpani, panjangnya ± 2,5 cm terdiri dari
tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum.
c.
Membrane
Timpany
Gambar
2.1
(Sumber :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007)
2. Telinga Bagian Tengah (Auris
Media)
a.
Cavum
Timpany
Rongga
di dalam tulang temporalis terdapat tiga buah tulang pendengaran yang terdiri
dari malleus, inkus, dan stapes yang melekat pada bagian dalam membrane timpany
dan bagian dasar tulang stapes membuka pada fenestra ovalise.
b.
Antrum
Timpany
Merupakan
rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah samping dari cavum
timpani. Antrum timpany dilapisi oleh mukosa merupakan lanjutan dari lapisan
mukosa cavum timpany, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang
disebut sellula mastoid yang terdapat di belakang bawah antrum di dalam tulang
temporalis. Dan adanya hubungan ini dapat mengakibatka menjalarnya proses
radang.
c.
Tuba
Auditiva Eustaki
Saluran
tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring ke bawah agak ke depan,
dilapisi oleh lapisan mukosa.
3. Telinga Bagian Dalam (Auris
Interna)
Serangkaian
saluran bawah dikelilingi oleh cairan dinamakan perilimfe.
a.
Vestibulum
Bagian
tengah labirintus osseous pada vestibulum ini membuka fenestra ovale dan
venestra rotundum dan pada bagian belakang atas menerima muara canalis
semisirkularis.
b.
Cochlea
Berbentuk
seperti rumah siput, pada koklea ini ada tiga pintu yang menghubungkan cochlea
dengan vestibulum, cavum timpany dan dengan canalis cochlearis.
c.
Labirintus
Membranosus
1)
Utrichulus
Bentuknya
seperti kantong lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan
ikat, di sini terdapat saraf (nervus akustikus) pada bagian depan dan
sampingnya ada daerah yang lonjong disebut makula akustica utriculo.
Sachulus
2)
Duktus
Semi Sircularis
3)
Duktus
Cochlearis
Gambar 2.2
Anatomi telinga
(Sumber
: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/155, 7 Mei 2007).
|
B. DEFINISI
Mastoiditis
adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga
tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala
proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal.
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada
telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis.( Brunner dan
Suddarth, 2000).
Mastoiditis
merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
Perluasan infeksi telinga bagian tengah yang berulang ulang dapat menyebabkan
timbulnya perubahan pada mastoid berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya
eksudat. Lama kelamaan terjadi peradangan tulang (osteitis) dan pengumpulan
eksudat/nanah yang makin banyak,yang akhirnya mencari jalan keluar. Daerah yang
lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses superiosteum.
C. ETIOLOGI
Menurut Reeves (2001) etiologi
mastoiditis adalah:
-
Menyebarnya
infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di sel-sel
udara mastoid
-
Mastoiditis
dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George
(1997) etiologi mastoiditis antara lain:
-
Klien
imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya
-
Berkaitan
dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut
yaitu streptococcus pnemonieae.
-
Bakteri
penyebab lain ialah Streptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus
(30 %), staphylococcus albus, Streptococcus viridians, H. Influenza
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari mastoiditis
antara lain:
1.
Akut
mastoiditis, biasa terjadi pada anak-anak, sebagai komplikasi dari otitis media
akut suppurative.
2.
Kronik
mastoiditis, biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit telinga kronis.
3.
Incipient
mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid.
4.
Coalescent
mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ
tubuh yang lain.
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi dimulai dari infeksi telinga tengah yang kemudian menjalar
mengenai tulang mastoid dan sel-sel di dalamnya, hal ini mengakibatkan
terjadinya proses nekrosis tulang mastoid serta merusak struktur tulang. Bila
tidak segera dilakukan pengobatan terhadap infeksinya maka dapat mengakibatkan
terjadinya abses sub peritoneal pada mastoid. Apabila infeksi merusak tulang
disekitarnya sampai nanah dapat keluar mungkin terjadi:
1.
Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga
terjadi abses sub peritoneal pada mastoid.
2.
Ke bawah mulai ujung prosesus masuk leher.
3.
Ke depan mulai dinding belakang liang telinga.
4.
Ke atas melalui pegmen (atap) ronnga telinga masuk fosa
chranial media
5.
Ke belakang melalui fosa chranial posterior
Kebanyakan mastoiditis akut sehingga ditemukan pada pasien yang
tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan yang mengalani infeksi
telinga yang tidak cepat ditangani. Mastoiditid kronis ini dapat mengakibatkan
terjadinya pembentukan kolestetoma yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam
(epitel skuamosa) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit
dari membrane timpany laterale membentuk kantong luar berisi kulit yang rusak
dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dan mastoid. Bila
tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis
nervus facialis, kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan
keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak.
Pembedahan pada mastoid yang mengalami kelainan peradangan
ditunjukkan untuk mengangkat kolesteatoma mencapai struktur yang sakit dan
dapat mencapai kondisi telinga yang aman, kering, dan sehat. Mastoidektomy
biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan
mengambil sel udara mastoid. Begitu pasien bangun, pembiusan harus diperhatikan
setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi
kelemahan fasial balutan pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien
dikembalikan ke meja operasi. Luka dibuka dan nervus fasialis didekompresi
untuk melonggarkan kanalis tulang yang mengelilingi nervus fasialis (Adam,
1997).
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi dari
penyakit mastoiditis antara lain:
1.
Rasa
nyeri biasanya dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah
pada malam hari, tetapi hal ini sulit didapatkan pada pasien-pasien yang masih
bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya pendengaran dapat timbul atau tidak
bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
2.
Gejala
dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang
selama lebih dari tiga minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga
tengah sudah melibatkan organ mastoid.
3.
Demam
biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah
sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika
demam tetap dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi
mastoid lebih besar.
4.
Nyeri
cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan
mengalami nyeri tekan pada mastoid.
5.
Hilang
pendengaran
6.
Nyeri
tekan pada tulang mastoid dan pembengkakan pada area tulang mastoid
7.
Sakit
kepala (Adam, 2000).
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Foto
Mastoid tampak kemerahan pada kompleks mastoid.
2.
Kultur
Bakteri Telinga tampak Kumpulan jaringan mati dan nanah
3.
CT
Scan terlihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi oleh cairan
(dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar.
4.
Radiologi
menujukkan koalesens mengungkapkan adanya opasifikasi sel-sel udara mastoid
oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut.
5.
Audiometric akan menunjukkan tuli konduktif.
6.
Rontgenogram akan memperlihatkan sklerosis nyata pada prosesus
mastoideus dan sering dapat terlihat kolesteatoma.
7.
Pemeriksaan laboratorium, contoh nanah harus diambil untuk kultur
dan tes sensitifitas antibiotika.
8.
Tes garpu tala menunjukkan adanya kurangnya pendengaran.
(Thane, 1993).
I. PENATALAKSANAAN
1.
Terapi
Harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara
IV dan per oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya
mungkin Streptococcus β-hemoliticusatau Pneumococcus. H .influenza.
Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.
2.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan
antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana
atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan
ossicles dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran.
Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar
ke bagian yang lain.
Beberapa komplikasi dapat timbul bila
bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau ketika ada kontaminasi dari
struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga te-ngah. Komplikasi mastoiditis
meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (syaraf-syaraf
kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien untuk melihat ke arah
sam-ping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut mencong, seolah-olah
ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi lain meliputi vertigo,
meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis dan luka infeksi.
3.
Mastoidektomi
a.
Mastoidektomi
Sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek
mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti
pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus
ad-antrum bila tersumbat. Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang
seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sino-dura, sel mastoid di tegmen
mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi
simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap,
cukup hanya membuang jaringan patologik dan membuka aditus ad antrum bila
tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu
dibuang. Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid
dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga.
Dibedakan menjadi :
a.
Operasi
pada jaringan lunak
b.
Operasi
pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural
atau retroartikuler.
c.
Operasi
pada bagian tulang
b.
Mastoidektomi
Superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang
telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada
tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum
pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak
bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan
mata bor dengan tulang.
c.
Mastoidektomi
dalam
Antrum Mastoid
Antrum mastoid adalah ruang di rongga
mastoid yang harus dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini
berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang menghubungkan ron gga mastoid dengan kavum
timpani. Dengan melanjutkan pengeboran langsung di belakang liang telinga
dengan menjaga dinding liang telinga tetap utuh tetapi tipis, juga dengan
melakukan pengeboran di rongga mastoid bertepatan dengan tegmen mastoid, maka
di sebelah dalam segitiga imajiner Mc.Ewen akan ditemukan antrum mastoid.
Aditus ad Antrum
Aditus ad antrum dapat ditemukan
dengan menyusuri bagian anterior-superior pertemuan dinding belakang liang
telinga dengan tegmen mastoid.
Fosa Indikus
Fosa indikus paling mudah dicapai
dengan mengebor bagian tulang prosesus zigomatikus yang menutupi antrum.
d.
Mastoidektomi
Radikal dan Timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh (canal
wall down tympanoplasty, modified radical mastoidectomy, open method
tympanoplasty) adalah modifikasi dari mastoidektomi radilkal. Mastoidektomi
radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga
mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel
mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total
sel-sel mastoid di sudut sino-dura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum
timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur
jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan
patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid
atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah
yang rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh,
seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel
mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran
dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba
eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup
jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis
baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia
m.temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
Penatalaksanaan menurut (Thane, 1993) yaitu :
1.
Pengobatan radang mastoid dengan antibiotik intravena seperti
pennisilin,ceftriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama 14 hari.
2.
Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi
mastoidektomy. Tindakan ini untuk menghilangkan sel-sel tulang mastoid yang terinfeksi
dan untuk mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian (incus dan
malleus) mungkin juga perlu dipotong.
3.
Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekontruksi telinga bagian
tengah untuk memelihara pendengaran.
4.
Radang mastoid kronis membutuhkan mastoidektomy radikal
(menghilangkan dinding posterior dari kanal telinga, disisakannya gendang
telinga, dan dua tulang telinga (incus dan malleus).
Mastoidektomy radikal jarang dilakukan sebab merupakan terapi
antibiotic, tidak secara drastic memperbaiki pendengaran seseorang.
4.
Perawatan
Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An
Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam
kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing
luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an
dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing.
Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya
selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk
mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami kemajuan setelah
balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik
komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan melakukan
percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Perawat melatih klien
mengenai perawatan post operasi.
J.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi bila
mastoiditis tidak ditangani dengan baik adalah:
1.
Petrositis
yaitu infeksi pada tulang disekitar tulang telinga tengah peforasi gendang
telinga dengan cairan yang terus menerus keluar.
2.
Labyrintitis
yaitu peradangan labyrint ini dapat disertai dengan kehilangan pendengaran atau
vertigo disebut juga otitis imtema.
3.
Meningitis
yaitu peradangan meningen (ragdang membran pelindung sistem saraf) biasanya penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme.
4.
Abses
otak yaitu kumpulan nanah setempat yang terkumpul dalam jaringan otak.
Beberapa
komplikasi dapat timbul bila bahan yang terinfeksi belum dibuang semuanya atau
ketika ada kontaminasi dari struktu/bagian lain diluar mastoid dan telinga
tengah. Komplikasi mastoiditis meliputi kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf
kranial wajah (syaraf-syaraf kranial VI dan VII), menurunnya kemampuan klien
untuk melihat ke arah samping/lateral (syaraf kranial VI) dan menyebabkan mulut
mencong, seolah-olah ke samping (syaraf kranial VII). Komplikasi-komplikasi
lain meliputi vertigo, meningitis, abses otak, otitis media purulen yang kronis
dan luka infeksi. (Reeves, C.J.2001).
BAB III
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
A.
Anamnesa
1) Identitas
Klien
a. Nama
: Nama Lengkap Klien
b. Umur : Rata-rata usia yang terkena penyakit
mastoiditis antara 6-13 bulan.
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan sama-sama bisa terkena penyakit mastoiditis.
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan sama-sama bisa terkena penyakit mastoiditis.
2) Keluhan
utama : Rasa nyeri di telinga.
3)
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya
diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik
nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar
cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang
timbul.
4) Riwayat
kesehatan dahulu
Adanya otitis media kronik karena adanya
episode berulang.
5)
Pemeriksaan
fisik
a.
Suhu
tubuh meningkat, denyut nadi meningkat (takikardi)
b. Kemerahan pada kompleks
mastoid
c. Keluarnya cairan baik bening
maupun berupa lendir dari telinga tengah ke auditory
canal
d. Matinya jaringan keras
(tulang, tulang rawan)
e. Adanya abses (kumpulan
jaringan mati dan nanah)
f. Proses peradangan yang tetap
melebar ke bagian dan organ lain
g. Riwayat infeksi pada telinga
tengah sebelumnya
6) Pola Fungsi Kesehatan
o
Pola
istirahat dan tidur: Nyeri yang diderita klien dapat mengakibatkan pola
istirahat dan tidurnya terganggu.
o
Pola
aktivitas: Nyeri yang dialami klien dapat membatasi gerak.
7)
Pemeriksaan
Penunjang
a. Periksa Darah
b. Foto Mastoid
c. Kultur Bakteri Telinga
d. Laboratorium: Spesimen dari
sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan. Specimen
tersebut harus dikirim untuk kultur kedua bakteri aerobik dan
anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining.
e. CT Scan dan MRI: untuk
mengetahui perubahan pada sel udara mastoid
f. Tympanocentesis dan
myringotomy Myringotomy mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi
antibiotik.
g.
Culturing
cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan.
8)
Review
Of System
pada klien Mastoiditis
o B1
Breath
: -
o B2
Blood
: sekresi nanah
o B3
Brain
: pusing
o B4
Bladder : -
o B5
Bowel
: mual
o
B6
Bone
: nyeri pada
tulang mastoid
B. Analisa
Data
1. Data Subyektif
Tanda dan gejala utama infeksi telinga adalah nyeri dan hilangnya
pendengaran. Data harus disertai pernyataan mulai serangan, lamanya, tingkat
nyerinya. Rasa nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding yang
sangat sensitif dan kepada membrane timpany oleh cairan getah radang yang
membentuk di dalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh dan cairan di
telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara hal ini menyebabkan
pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi telinga perlu ditanya apakah ia
mengerti tentang cara pencegahannya.
2.
Data Obyektif
Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang keluar dan bila
ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar menimbulkan nyeri. Gendang
telinga sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela untuk
melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membrane saluran timpani yang
normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat keabu-abuan. Untuk
visualisasi telinga luar dan gendang telingadigunakan otoskop, bagian yang
masuk ke telinga disebut spekulum (corong) dan dengan ini gendang telingadapat
terlihat. Untuk pengkajian yang lebih cermat dapat dipakai kaca pembesar.
(Long, 1996).
C.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang
dapat muncul pada mastoiditis antara lain:
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2.
Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi.
3.
Perubahan
persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
4.
Risiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5.
Resiko
cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
6.
Ansietas
berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri
teratasi
Kriteria
Hasil : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji
ulang skala nyeri, lokasi, intensitas
|
Mengetahui
ketidakefektifan intervensi
|
2.
|
Berikan
posisi yang nyaman
|
Mengurangi
nyeri
|
3.
|
Ajarkan
teknik relaksasi dan ciptakan lingkungan yang tenang
|
Mengalihkan
perhatian pasien terhadap nyeri dan mengurangi nyeri
|
4
|
Bersihkan
pus dengan cara irigasi telinga
|
Mencegah
infeksi berlebih
|
5
|
Ajarkan
tekhnik pembersihan telinga dengan irigasi
|
Memberi
informasi kepaada keluarga dan klien dalam mengurangi infeksi berlebih.
|
5
|
Kolaborasi
pemberian analgesik, antibiotika, dan anti inflamasi sesuai indikasi
|
Dapat
mengurangi nyeri, membunuh kuman dan mengurangi peradangan sehingga
mempercepat penyembuhan
|
2. Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tubuh dapat
normal (360-370C)
Kriteria
Hasil : a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b. Kulit tidak teraba hangat
c. Wajah tidak tampak merah
d. Tidak terjadi dehidrasi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Pantau
input dan output
|
Untuk
mengetahui balance cairan pasien
|
2.
|
Ukur
suhu tiap 4-8 jam
|
Untuk
mengetahui perkembangan klien
|
3.
|
Ajarkan
kompres hangat dan banyak minum
|
Untuk
menurunkan panas tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
|
4.
|
Kolaborasi
dengan pemberian antipiretik
|
Untuk
menurunkan panas
|
3.
Perubahan sensori/ persepsi
(auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran
Tujuan
: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, pasien mampu mendengar dengan baik
Kriteria
Hasil : a. Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
b. Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kaji
tentang ketajaman pendengaran
|
Menentukan
seberapa baik tingkat pendengaran klien
|
2.
|
Diskusikan
tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat
|
Untuk
menjamin keuntungan maksimal
|
3.
|
Bantu
pasien berfokus pada semua bunyi di lingkungan dan membicarakannya hal
tersebut
|
Untuk
memaksimalkan pendengaran
|
4. Risiko
infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Tujuan
: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, risiko infeksi dapat hilang atau teratasi
Kriteria
Hasil : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Observasi
keadaan umum pasien selama 24 jam
|
Mengetahui
keadaan umum pasien
|
2.
|
Anjurkan
pentingnya cuci tangan
|
Mencegah
penularan penyakit
|
3.
|
Ajarkan
prosedur mencuci telinga luar
|
Mencegah
infeksi berlanjut
|
4.
|
Kolaborasi
pemberian antibiotik profilaksis
|
Agar
dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
|
5. Resiko
cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan infeksi
Tujuan
: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi cidera
Kriteria
Hasil : pasien tidak mengalami cidera fisik
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Cegah
infeksi telinga berlebih
|
Agar
kerusakan penedengaran tidak meluas
|
2.
3.
4.
|
Meminimalkan
tingkat kebisingan di unit perawatan intensif
Lakukan
upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing
Kolaborasi
dengan pemberian obat antiemetika
Antiemetika
|
Berhubungan
dengan kehilangan pendengaran
Untuk
mencegah pasien jatuh akibat gangguan keseimbangan
Mengurangi
nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh
|
- Ansietas berhubungan
dengan menghadapi prosedur bedah.
Tujuan
: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, ansietas
berkurang
Kriteria
Hasil :
a. Menunjukkan
kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.
b.
Menunjukkan ketrampilan
interaksi sosial yang efektif
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Informasikan
pasien tentang peran advokat perawat intra operasi
|
Kembangkan
rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada
lingkungan yang asing
|
2.
|
Identifikasi
tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan
|
Rasa
takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang
berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/
zat-zat anestesi
|
3.
|
Cegah
pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang
operasi
|
Pasien
akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk
melatih kontrol
|
4.
|
Berikan
petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang
|
Ketidakseimbangan
dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami
petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
|
5.
|
Kontrol
stimulasi eksternal
|
Suara
gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas
|
6.
|
Berikan
obat sesuai petunjuk, misal; zat-zat sedatif, hipnotis
|
Untuk
meningkatkan tidur malam hari sebelum pembedahan; meningkatkan kemampuan
koping
|
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mastoiditis adalah sel-sel udara mastoid
sering kali terlibat, menimbulkan peradangan dan nekrosis tulang yang
terlokalisasi dan ekstensif (osteomyelitis). Mastoiditis diakibatkan oleh
menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di
sel-sel udara mastoid. Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari
lapisan luar membran timpani ke tengah. Mastoiditis terjadi sebagai komplikasi
otitis media akut yang telah diobati secara tidak memadai dan merupakan
perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan
osteoporosis hiperemik.
B. SARAN
Penulis
menghimbau kepada semua pembaca agar selalu menjaga kebersihan telinga dari
virus agar kuman, sebaliknya apabila seorang terkena otitis harus diobati
secara tuntas agar tidak terjadi infeksi pada prosesus mastoiditis yang dapat
komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Pada tanggal : 23
Oktober 2014
Diakses jam :
19.43 WIB
Diakses Pada
Tanggal : 23 Oktober 2014
Jam : 20.13
Pada tanggal : 23
Oktober 2014
Marilyn, E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Thane 1997. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculaapius FKUI
Reeves,
2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Prince, Sylvia, Wolson M. Lerradne. 2006.
Patofisiologi Konsep Klinis, Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta : EGC.
Adam 2000. Buku saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar